Ketimpangan Genetik: Rekayasa Genetika pada Manusia

Para peneliti baru saja mulai menggunakan teknologi genetik untuk mengungkap peran genomik terhadap berbagai fenotip yang berbeda.

Konsep Dasar Bioteknologi

Kemajuan teknologi memungkinkan manusia merambah aras molekuler lebih dalam dan melakukan rekayasa secara genetik .

Apa yang ingin anda ketahui mengenai bioinformatik?

Bioinformatik adalah aplikasi teknologi komputer yang bertujuan untuk mengelola informasi biologi.

Sel Punca dari Gigi Untuk Terapi Penyakit Stroke

Peneliti Universitas Adelaide telah menemukan bahwa sel punca yang diperoleh dari gigi dapat tumbuh menyerupai sel otak.

Metabolomik dan Aplikasinya pada Ilmu Tanaman

Metabolomik adalah salah satu teknik baru 'Omik', setelah genomik, transkriptomik, dan proteomik.

Minggu, 31 Agustus 2014

Mengenal Teknik-Teknik Transfer Gen ke dalam Sel.

Mikroinjeksi

Pada artikel sebelumnya, Mengenal teknik-teknik dalam rekayasa genetika, telah dibahas berbagai macam teknik-teknik utama dalam rekayasa genetika. Salah satu teknik tersebut adalah bagaimana peneliti memungkinkan gen ditransfer secara efektif ke dalam sel. Pada dasarnya, teknik-teknik yang akan dibahas pada artikel ini, biasa digunakan untuk transfer gen ke dalam sel hewan.mikrobia maupun sel tanaman.  Khusus untuk transfer gen pada tanaman dapat anda baca pada artikel Teknologi Tanaman Transgenik.

Suatu gen hasil isolasi dapat ditranskripsi secara in-vitro dan mRNAnya juga dapat  ditranslasikan pada suatu sistem bebas sel. Teknik ini memungkinkan peneliti memperoleh sejumlah protein dalam jumlah kecil, yang mungkin tidak cukup untuk beberapa penelitian biokimia, atau untuk penentuan aktifitas biologi protein tersebut secara in vivo atau menentukan strukturnya melalui proses kristalisasi.

Untuk disandikan secara efektif dan ditranslasikan menjadi protein, suatu gen harus ditransfer ke dalam sel, yang secara alami mungkin mengandung semua faktor-faktor yang diper.lkan dalam proses transkripsi dan translasi.

Membran plasma pada berbagai jenis sel yang berbeda merupakan barier yang memungkinkan pengambilan senyawa secara selektif. Pada beberapa kasus, molekul masuk ke dalam sel melalui pori-pori yang terbuka dan tertutuo melalui suatu kontrol oleh sel. Senyawa-senyawa pembawa khusus juga dapat metranspor molekul-molekul untuk kemudian ditransfer ke dalam sel. Pada kasus yang lain, molekul mengenali reseptor-reseptor khusus di bagian luar membran plasma dan membentuk kompleks yang memodifikasi membran secara lokal, yang mengarhkan internalisasi kompleks serta membran yang mengelilinginya, Proses ini disebut endositosis.

DNA merupakan molekul bermuatan negatif dan berukuran besar. DNA tidak bisa melintasi membran plasma secara spontan. Mekanisme ini merupakan cara sel untuk melindungi diri dari DNA asing yang mungkin ada di sekitarnya, Oligonukleotida yang ditambahkan ke medium kultur sek atau diinjeksikan ke dalam hewan dapat memasuki sel pada kondisi dimana mereka ada dalam konsentrasi tinggi,
Ada berbagai teknik yang bisa digunakan untuk proses transfer gen, diantaranya: 1). Fusi sel; 2). Penggunaan senyawa kimia; 3). Elektroporasi; 4). Injeksi menggunakan vektor virus; 5) Mikroinjeksi.

A. Fusi sel
Sebuah plasmid dapat ditransfer dengan menggabungkan protoplas bakteri dengan sel yang akan ditransfeksikan. Metode ini sebenarnya tidak efesien dan jarang digunakan. Kekurangan lainnya adalah semua gen bakteri juga ikut ditransfer ke dalam sel.

Fusi sel bakteri dan yeast
B. Menggunakan senyawa kimia
Karena, penggabungan DNA secara in-vitro dengan berbagai molekul yang membentuk suatu kompleks yang memasuki sel bersifat efesien maka teknik ini paling umum digunakan, Salah satu molekul yang biasa digunakan adalah kalsium klorida. Gugus fosfat DNA terikat ke kalsium menghasilkan suatu kompleks tidak larut, yang berpresipitasi jika kelebihan kalsium dan fosfat ditambahkan ke DNA. Campuran tersebut ditambahkan ke dalam medium kultur. Sejumlah kecil compleks tidak laurt yang melingkupi sel kemudian di endositosis secara spontan. DNA kemudian dilarutkan ulang di dalam sitoplasma sel. Sebagian besar DNA yang masuk didegradasi dan sisanyabisa mencapai nukleus, dimana DNA tersebut  kemudian ditranskripsi.
Metode fisik

C. Elektroporasi
Metode ini dilakukan dengan menaruh sel ke medan listrik arus bolak balik. Hal ini menyebabkan pori sementara di dalam membran plasma. DNA yang ditambahakan pada medium elektroporasi dapat masuk ke dalam sel melalui pori. Medan listrik juga menginduksi mobilitas DNA dan memungkinkan pengambilannya oleh sel.  Metode ini sedikit efesien dan biasanya digunakan dengan jenis sel dimana penggunaan senyawa kimia kurang bisa dihandalkan, Sejumlah sel dihancurkan karena pengaruh medan elektrik tersebut, Sehingga teknik ini merupakan metode yang baik untuk menghasilkan klon dengan DNA yang benar-benar terintegrasi. Elektroporasi dalam teknik terbaik untuk transfer gen ke dalam sel punca embrionik  (embrionic stem cell) dan menempatkan suatu gen endogen melalui rekombinasi homolog.
Transfer gen dengan elektroporasi


D. Infeksi dengan vektor virus
Berbagai vektor virus digunakan untuk mentrasfer gen ke dalam sel. Beberapa gen esensial dihapus dari genom virus. Delesi ini menghasilkan genom virus mampu atau tidak mampu ber replikasi secara otomatis. Hal ini juga membuat ruang di dalam genom virus untuk kemudian disisipkan gen asing. Genom hasil rekombinasi ini sudah tidak mampu menghasilkan partikel virus fungsional, karena protein virus yang esensial sudah hilang. Genom virus hasil rekombinasi tersebut harus ditransfer ke dalam sel yang kemudian diekspresikan secara sementara atau secara stabil. Sel hasil transformasi ini kemudian mampu mensintesis partikel virus yang mengandung gen asing. 

Transfer gen dengan vektor virus


E. Mikroinjeksi
DNA di dalam larutan dpat dimikroinjeksikan secara langsung ke dalam sitoplasma sel atau nukleus. Teknik ini sulit dan membutuhkan persyaratan khusus (mikroskop dan mikroinjektro) dan latihan khusus.
Teknik transfer gen dengan mikroinjeksi


Artikel ini sebagian besar disarikan dari Houdebine, LM. 2003. Animal Transgenesis and Cloning. Wiley England.

Rabu, 27 Agustus 2014

Mengenal Teknik-teknik dalam Rekayasa Genetika


Rekayasa genetika adalah kegiatan manipulasi gen dengan teknik DNA rekombinan dengan tujuan mengubah, menghilangkan atau memunculkan ekspresi gen tersebut pada suatu organisme hidup.  Obyek rekayasa genetika mencakup hampir semua golongan organisme, mulai dari bakteri, alga,  fungitumbuh-tumbuhan,  hewan tingkat rendah, dan hewan tingkat tinggi. 
Ada beberapa tahapan utama dalam rekayasa genetika, yaitu:

1. Kloning gen
Kloning gen terdiri atas beberapa tahapan, diantaranya memotong DNA  menjadi fragmen-fragmen dengan ukuran beberapa ratus hingga ribuan kb (kilobase), selanjutnya fragmen ini dimasukkan ke dalam vektor bakteri untuk kloning. Berbagai macam vektor didesain untuk membawa DNA dengan panjang yang berbeda. Plasmid, kosmid, faga P1, BAC (bacterial artificial chromosome), dan YAC (Yeast Artificial Chromosome) dapat membawa DNA hingga 20 kb, 40 kb, 90 kb, 200 kb, dan 1000 kb secara berturut-turut. Setiap vektor, hanya mengandung satu fragmen DNA, dimasukkan ke dalam bakteri, yang kemudian teramplifikasi, membentuk suatu klon. Sejumlah besar setiap fragmen DNA kemudian diisolasi dari setiap klon. Ekspresi kloning gen telah disimpan dengan perbanyakan kloning yang dilakukan pada bakteri yang mengandung fragmen DNA tersebut.

Teknik Kloning Gen

Kloning fragmen DNA secara langsung  yang mengandung gen tertentu seringkali tidak bisa dilakukan. Kloning cDNA yang tepat biasanya merupakan tahapan intermediat atau pertengahan. Untuk tujuan ini, mRNA suatu jenis sel diretrotranskripsi menjadi DNA menggunakan enzim reverse-transkriptase virus. DNA untai tunggal yang dihasilkan dengan caran ini kemudian diubah mejadi DNA untai ganda menggunakan DNA polimerase. Fragmen DNA yang dihasilkan selanjutnya dikloning ke dalam plasmid untuk menghasilkan bank cDNA.

2. Sequensing DNA
Sekuensing DNA terdiri atas penentuan urutan basa suatu fragmen DNA. Selama bertahun-tahun  sekuensing dilakukan dengan teknik yang butuh waktu dan proses lama. Sekarang proses ini bersifat automatis dan dilakukan dalam skala industri dan memungkinkan mensekuensing beberapa ribu kilobasa per hari.

3. Amplifikasi gen secara in-vitro
Teknik yang dikenal sebagai PCR (polymerase chain reaction) untuk amplifikasi DNA ini paling sering digunakan oleh praktisi biologi molekuler Teknik PCR mensintesis untaian komplementer suatu fragmen DNA yang dimulai dengan suatu primer. Untuk lebih jelasnya dapat dibaca pada artikel Mengenal Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction).

4. Konstruksi Gen
Penelitian gen seringkali membutuhkan konstruksi gen fungsional yang dimulai dari berbagai elemen gen. Elemen-elemen ini mungkin daerah regulator atau mungkin daerah transkrip. Mereka bisa saja dalam struktur asli atau hasil mutasi dengan eksperimen. Konstruksi gen dapat membantu identifikasi daerah regulator yang mengontrol ekspresi gen. Daerah koding atau coding region mungkin mengandung struktur aslinya. Konstruk gen bisa digunakan untuk mengkaji pengaruh gen pada sel atau organisme secara menyeluruh. Daerah transkrip mungkin mengandung suatu gen reporter yang menyandi protein yang bisa dengan mudah divisualisasi atau dikuantifikasi berdasarkan aktifitas spesifik enzimnya.

Rekayasa genetika mungkin dapat digunakan pada skala industri untuk memprogram ulang sel atau organisme untuk menghasilkan rekombinan sifat terkait farmasi dan untuk mencegah  respon penolakan imun pada sel atau organ hasil transplantasi.

Berbagai metode ekspresi gen (Sumber: Houdebine, 2003)
Pada semua kasus, gen harus dikonstruksi secara eksprimen. Konstruks gen mengandung sedikitnya daerah promoter, daerah transkrip, dan daerah terminator. Dengan demikian, suatu konstruk gen kemudian bisa disebut sebagai vektor ekspresi.

Konstruksi gen mengimplikasikan penggunaan enzim restriksi yang memotong DNA pada daerah spesifik, sintesis oligonukleotida secara kimiawi, amplifikasi fragmen DNA secara in-vitro menggunakan teknik PCR, serta menyambungkan fragmen DNA yang berbeda dengan ikatan kovalen menggunakan enzim ligase. Sebagian besar, fragmen ini ditambahkan pada plasmid yang kemudian ditransfer ke dalam bakteri. Klon bakteri kemudian diselksi dan diamplifikasi.

Pemilihan elemen yang ditambahkan pada konstruk tergantung pada tujuan eksperimen dan khususnya pada jenis sel dimana konstruk tersebit akan diekspresikan. Kode genetik bersifat universal, bahkan jika beberapa kodon sering digunakan secara efektif pada jenis sel tertentu dibandingkan sel lain. Kode yang menentukan aktifitas sekuen regulator bersifat spesifik bagi setiap organisme. Promoter dari suatu gen bakteri tidak akan aktif pada sel tumubuhan maupun hewan, begitu pula sebaliknya.

5. Transfer gen ke dalam sel
Suatu gen hasil isolasi dapat ditranskripsi secara in-vitro dan mRNAnya juga dapat  ditranslasikan pada suatu sistem bebas sel. Teknik ini memungkinkan peneliti memperoleh sejumlah protein dalam jumlah kecil, yang mungkin tidak cukup untuk beberapa penelitian biokimia, atau untuk penentuan aktifitas biologi protein tersebut secara in vivo atau menentukan strukturnya melalui proses kristalisasi.

Untuk dikodekan secara efektif dan ditranslasikan menjadi protein, suatu gen harus ditransfer ke dalam sel, yang secara alami mungkin mengandung semua faktor-faktor yang diper.lkan dalam proses transkripsi dan translasi. Ada berbagai teknik yang bisa digunakan untuk proses transfer gen, diantaranya: 1). Fusi sel; 2). Penggunaan senyawa kimia; 3). Elektroporasi; 4). Injeksi menggunakan vektor virus; 5) Mikroinjeksi.

Untuk lebih detail, dapat anda baca pada artikel Mengenal Teknik-Teknik Transfer Gen ke dalam Sel.


Artikel ini sebagian besar disarikan dari Houdebine, LM. 2003. Animal Transgenesis and Cloning. Wiley England.

Kamis, 21 Agustus 2014

Mengungkap Komunitas Bakteri secara Molekuler: Teknik PCR-RISA

Analisis komunitas bakteri dilakukan untuk melihat keragaman komunitas bakteri di suatu sampel atau lingkungan tertentu, misalnya pada tanah, air,  buah, akar tanaman, atau pada kotoran ternak. Analisis ini biasanya dilakukan oleh para peneliti untuk melihat pengaruh senyawa maupun polutan tertentu terhadap struktur komunitas bakteri yang ada suatu tanah maupun lingkungan perairan.
Ada beberapa teknik  yang dapat dilakukan untuk melihat keragaman komunitas bakteri, baik secara kultur-dependen maupun kultur-independen (Jin et al., 2011; Fujita et al., 2010). Keterbatasan utama dari kultur-dependen adalah >99% mikrobia tidak dapat ditumbuhkan dengan teknik kultur standar  (Hugenholtz, 2002). Oleh karena itu pada kultur-independen marker yang digunakan umumnya berupa biomolekul seperti asam nukleat, lipid maupun protein (Rastogi & Sani, 2011).
Teknik molekuler dapat digunakan baik untuk pendekatan kultur-dependen maupun kultur-independen  (Fakruddin & Mannan, 2013). Secara luas, teknik ini dikelompokkan menjadi dua kategori utama, tergantung kemampuannya dalam mengungkap struktur dan fungsi diversitas bakteri (1) pendekatan analisis komunitas secara menyeluruh, meliputi hibridisasi DNA, sekuensing genom lengkap, metagenom, proteogenom, dan metatranskriptom (2) pendekatan analisis komunitas secara parsial; meliputi teknik fingerprinting (DGGE/TTGE, SSCP, RAPD, ARDRA, T-RFLP, LH-PCR, RISA, and RAPD), perpustakaan klon (clone library), Quantitatif-PCR, hibridisasi fluoresens-in situ, dan analisis lipid bakteri (Rastogi & Sani, 2011).
 Teknik PCR-RISA (Polymerase Chain Reaction-Ribosomal Intergenic Spacer Analysis)
Pada teknik RISA (Ribosomal Intergenic Spacer Analysis), daerah ISR (intergenic spacer region) antara 16S dan 23S rRNA diamplifikasi dengan PCR, didenaturasi dan dipisahkan pada gel poliakrilamid atau agarose dibawah kondisi terdenaturasi (Kirk et al., 2004). Daerah ini mungkin mengkode tRNA dan berguna untuk membedakan strain bakteri dan spesies yang berkerabat dekat karena heterogenitas panjang dan urutan ISRnya (Fisher & Triplett, 1999).

Intergenic Spacer Region ( ISR) (150-1500 bp)
 

  
Posisi daerah ISR pada gen 16s dan 23S rRNA. (Sumber: Biominewiki);  

 Daerah ISR mengandung heterogenitas yang penting baik panjang maupun urutannya. Dengan menggunakan primer yang menempel ke daerah konservatif di antara gen 16S dan 23S rRNA, profil RISA dapat dihasilkan dari bakteri yang hidup dominan di suatu sampel atau lingkungan. RISA menyediakan profil komunitas yang spesifik, dimana setiap pita menunjukkan setidaknya satu organisme dalam komunitas (Rastogi & Sani, 2006).

 Aplikasi, Kelebihan, serta Kelemahan PCR-RISA
RISA digunakan secara luas untuk analisis komunitas mikrobia berbagai macam sampel di lingkungan yang berbeda-beda. Risa telah dieksplorasi untuk membandingkan diversitas mikrobia di dalam tanah, di dalam rizosfer tanaman (Benizri et al., 2005), pada tanah yang terkontaminasi (Ranjard et al., 2000) , dan respon terhadap inokulasi (Rojaz-oropeza et al., 2010). Selain itu RISA juga telah diaplikasikan untuk studi dinamika mikrobia dalam bioreaktor (Qu et al., 2009) serta analisa sampel sputum untuk pengkajian penyakit (Nazaret et al., 2009).

Meskipun RISA memberikan estimasi komposisi komunitas mikrobia yang relatif cepat, secara teknis RISA membutuhkan kuantitas DNA yang besar. Selain itu visualisasi produk PCR-RISA menggunakan elektroforesis gel agarose dan poliakrilamid tidak praktis dan efesien dari segi waktu (Fisher & Triplett, 1999).

sumber: S. Ahmad Tahir

Rabu, 20 Agustus 2014

Teknik PCR (Polymerase Chain Reaction)

Polymerase Chain Reaction atau PCR adalah teknik atau metode penggandaan (replikasi) DNA secara in-vitro. Teknik ini memungkinkan kita untuk melakukan replikasi DNA di luar sel atau tubuh organisme hidup. Melalui teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah melimpah dengan dalam waktu singkat sehingga bisa membantu pekerjaan peneliti atau bidang lainnya terkait dengan penggunaan DNA sebagai objek kajian. Misalnya untuk , penentuan strain atau spesies organisme tertentu, deteksi penyakit, deteksi atau kajian gen, terapi gen, serta di bidang forensik.Teknik ini pertama kali ditemukan oleh Kary Mullis pada tahun 1983 sehingga beliau memperoleh hadiah Novel atas temuannya tersebut.

Reagen yang digunakan:
1. DNA target hasil ekstraksi. Berdasarkan pengalaman penulis, DNA tersebut dapat diencerkan 5-10X, sesuai kebutuhan.
2. Sepasang primer yang komplementer dengan DNA target. Primer merupakan fragmen DNA berukuran pendek dengan panjang 10-25 basa yang akan dijadikan sebagai mengawali proses replikasi DNA sekaligus membatasi daerah DNA yang akan diamplifikasi,
3. DNA polymerase. Enzim ini berperan dalam mengamplifikasi DNA sesuai dengan urutannya.
4. dNTP, terdiri atas 4 macam sesuai dengan basa DNA, yaitu dATP,dGTP, dTTP, dan dCTP. Berfungsi sebagai building block DNA yang baru dibentuk.
5. Buffer PC R (KCl, Tris-HCL, MgCl2). Buffer ini berfungsi untuk menjaga kestabilan reaksi agar berjalan secara optimum.
6. ddH2O atau  nuclease free water (merk dagang).Berfungsi sebagai pelarut.

Pada saat  ini  sudah tersedia berbagai macam kit-PCR yang sudah mengandung reagen-reagen tersebut, kecuali primer dan DNA target tentunya, sehingga kita tidak perlu mencampurkanya satu persatu.

Prinsip Kerja
Secara prinsip, PCR merupakan reaksi berulang atau berantai yang melibatkan 20-40 siklus, tergantung kebutuhan, yang terdiri atas 3 tahap sebagai berikut:
1. Tahap denaturasi (melting), pada suhu 94-96oC.
Pada tahap ini, ikatan hidrogen terputus dan DNA untai ganda masing-masing terpisah menjadi untai tunggal. Pada proses replikasi DNA secara in-vivo, proses ini dibantu oleh sejumlah enzim seperti enzim helikase dan girase. Karena sifatnya yang unik, dimana DNA terdenaturasi pada suhu tinggi dan kemudian dapat terenaturasi kembali pada suhu rendah, maka sifat ini dijadikan dasar untuk tahap denaturasi proses PCR dengan menggunakan pemanasan. Pemisahan ini memungkinkan penempelan primer yang komplemen dengan DNA target pada sekuen yang sesuai. Durasinya berkisar 1-5 menit, tergantung kandungan basa GC dari sekuen DNAnya. Semakin tinggi GC nya, maka waktunya lebih lama. Sepertihalnya pernah disebutkan bahwa ikatan GC (3 ikatan hidrogen) lebih kuat dibandingkan dengan AT.
2. Tahap penempelan (annealing), pada suhu 45-60oc
Setelah DNA terdenaturasi, kemudian suhu diturunkan sehingga primer dapat menempel pada bagian DNA yang komplementer dengan urutan basanya. Penempelan tersebut sifatnya spesifik. Suhu annealing yang tidak cocok menyebabkan kegagalan dalam replikasi DNA yang benar. Suhu Annealing (TA) bisa dihitung berdasarkan suhu melting (TM). Jika suhunya terlalu tinggi dari yang seharusnya, maka primer tidak dapat menempel pada DNA cetakan, sementara jika suhunya terlalu rendah akan menyebabkan penempelan pada daerah atau sekuen DNA yang tidak sesuai.
3. Tahap pemanjangan (elongasi), pada suhu 72oC (opsional).
Pada tahapan ini, enzim DNA polymerase melakukan sintesis DNA dengan menambahkan pasangan basa yang tepat, satu demi satu secara cepat,  pada sisi 3’ primer yang telah menempel pada DNA cetakan. Suhu untuk tahap ini tergantung pada jenis enzim polimerase yang digunakan. Khusus untuk Taq Polimerase, 72oC adalah suhu yang biasa digunakan.
3 tahap reaksi PCR


Deteksi produk hasil PCR
Meskipun produk PCR berupa jutaan copy fragmen DNA, produk ini tidak tetap dapat dilihat dengan mata telanjang. Oleh karena itu, diperlukan teknik finishing untuk dapat memvisualisasikan produk hasil PCR ini. Salah satu teknik yang banyak digunakan untuk visualisasi DNA adalah dengan elektroforesin dengan menggunakan gel atau poliakrilamid.  Dengan visualisasi ini memungkinkan kita untuk menentukan ukuran band pita DNA yang muncul sehingga menunjukkan apakah produk PCR yang dihasilkan adalah benar dan sesuai dengan yang diinginkan.

artikel ini disarikan dari wikipedia dan sumber lain serta berdasarkan pengalaman penulis


Aplikasi Bioteknologi dalam Bidang Pertanian

Akhir-akhir ini bioteknologi sering menjadi bahan diskusi seperti halnya penelitian biomedis, meskipun ada kelompok industri yang memperoleh keuntungan dari bioteknologi terkait penelitian, kloning dan rekayasa gen. Banyak orang yang kemudian dikenal atas argumen mereka terkait penggunaan GMO  (Genetically Modified Organism) sebagai bahan makanan. Industri pertanian berada di tengah-tengah perdebatan tersebut dan bioteknologi pertanian telah memproduksi produk-produk baru yang tak terhitung jumlahnya, dimana produk tersebut memiliki kemungkinan untuk bisa mengubah hidup kita menjadi lebih baik.

1 Vaksin
Vaksin oral sudah banyak digunakan sebagai solusi atas meningkatnya paparan penyakit di negara-negara miskin dan berkembang, di mana biaya untuk vaksinasi secara ekstensif cukup besar. Tanaman hasil rekayasa, sering buah atau sayuran, diharapkan membawa protein antigenik dari patogen yang akan mengaktifkan sistem kekebalan tubuh ketika disuntikkan.

Contohnya yaitu vaksin untuk mengobati kanker. Sebuah vaksin anti-limfoma telah dibuat menggunakan tanaman tembakau yang membawa RNA dari sel-B maglinan hasil klon. Protein yang dihasilkan selanjutnya digunakan untuk memvaksinasi pasien dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh mereka terhadap kanker. Vaksin yang dibuat khusus untuk pengobatan kanker cukup menjanjikan dalam berbagai penelitian pendahuluan.

2 Antibiotik
Pada kasus ini, tanaman digunakan untuk membuat antibiotik, baik untuk manusia dan hewan. Suatu protein antibiotik hasil ekspresi dalam pakan ternak, yang dipakankan langsung ke hewan, lebih murah dibanding produksi antibiotik tradisional, tetapi praktik ini menimbulkan banyak masalah bioetika, karena hasilnya tersebar luas, penggunaan antibiotik yang mungkin tidak perlu yang dapat mendorong pengembangan strain bakteri yang resisten antibiotik. Beberapa manfaat yang mungkin dapat dipetik dari penggunaan tanaman untuk menghasilkan antibiotik bagi manusia adalah dari segi biaya karena sejumlah besar produk dapat dihasilkan dari tanaman dibandingkan penggunaan teknik fermentasi, purifikasi yang lebih mudah, dan resiko kontaminasi yang lebih kecil dibandingkan dengan sel mamalia dan media kultur.

3 Bunga
Ada manfaat lebih pada bioteknologi pertanian selain untuk pengendalian penyakit atau peningkatan kualitas makanan. Salah satunya adalah terkait estetika dengan menggunakan teknik transfer gen untuk merekayasa dengan meningkatkan warna, bau, ukuran dan serta sifat unik bunga lainnya. Dengan cara yang sama biotek telah digunakan dalam pengembangan tanaman hias lainnya, khususnya tanaman semak dan pohon. Contoh unik lainnya adalah peningkatan ketahanan tanaman tropis terhadap suhu rendah, sehingga dapat ditanam di daerah utara atau beriklim subtropis dan dingin.

4. Biofuels
Melalui aplikasi biotek pertanian, petani dapat meningkatkan hasil pertaniannya sekaligus mengurangi penggunaan pestisida. Generasi kedua biofuel yang telah diproduksi dalam skala laboratorium memungkinkan penggunaan tanamanan untuk menghasilkan etanol atau bahan bakar unggul dalam jumlah yang lebih besar dengan emisi karbon kecil. Keuntungan yang diperoleh dari biofuel dalam menambah cadangan bahan bakar dengan sedikit sumbangan pada perubahan iklim tergantung pada pemanfaatan potensi biotek pertanian secara efektif.

5. Tanaman dan Reproduksi Hewan
Meningkatkan tanaman dan perilaku hewan dengan metode tradisional seperti penyerbukan silang, okulasi, dan persilangan memakan waktu. Biotech modern memungkinkan perubahan tertentu yang dibuat secara cepat, pada tingkat molekuler melalui over-ekspresi atau delesi gen, atau insersi gen asing.

Yang terakhir adalah penggunaan mekanisme kontrol ekspresi gen, seperti promotor gen spesifik dan faktor transkripsi. Metode seperti seleksi yang dibantu dengan marker meningkatkan efisiensi persilangan hewan, tanpa kontroversi yang biasanya terkait dengan GMO. Metode  kloning gen juga harus memperhatikan perbedaan spesies dalam hal kode genetik, ada atau tidak adanya intron dan modifikasi pasca-translasi seperti metilasi.

6 Tanaman Resistant Pestisida
Tanaman resisten pestisida memungkinkan petani untuk membunuh gulma di sekitar tanaman pangan secara selektif tanpa merugikan mereka. Contoh yang paling terkenal adalah teknologi Roundup-Ready yang diproduksi oleh Monsanto.

Pertama kali diperkenalkan pada tahun 1998 sebagai kedelai hasil modifikasi genetik, tanaman Roundup-Ready tidak terpengaruh oleh herbisida yang dapat diterapkan dalam jumlah berlebihan untuk menyingkirkan setiap tanaman lain di lapangan. Keuntungannya adalah penghematan waktu dan biaya  terkait pengolahan tanah secara konservatif untuk mengurangi gulma, atau beberapa aplikasi dari berbagai jenis herbisida untuk menghilangkan spesies gulma spesifik secara selektif Namun, kelemahannya mencakup semua perdebatan kontroversial terkait GMO.

7 Nutrisi Suplementasi
Dalam rangka meningkatkan kesehatan manusia, terutama di negara-negara yang berkembang, para ilmuwan menciptakan makanan yang secara turun temurun memiliki defisiensi terhadap nutrisi tertentu, untuk membantu melawan penyakit atau kelaparan. Contoh dari hal ini adalah Golden Rice, yang mengandung beta-karoten, prekursoruntuk pabrik Vitamin A di dalam tubuh kita. Orang yang makan nasi tersebut menghasilkan lebih banyak vitamin A, dan nutrisi penting yang kurang dalam diet masyarakat miskin di negara-negara Asia.

Tiga gen, dua dari bunga dafodil dan satu dari bakteri, yang mengekspresikan enzin yang berperan dalam empat reaksi biokimia, diklon ke beras untuk membuatnya bersifat"golden". Nama tersebut berasal dari warna gandum transgenik karena yang mengekspresikan beta-karoten secara berlebihan, yang juga memberikan warna oranye pada wortel.

8 Strain konfrontasi biotik
Sebuah jumlah yang lebih rendah dari dari 20% dari bumi adalah tanah yang subur tetapi beberapa tanaman telah turun temurun diubah untuk membuat mereka lebih liberal dari kondisi seperti salinitas, dingin dan kekeringan. Deteksi gen pada tanaman yang bertanggung jawab untuk penyerapan natrium telah menyebabkan pertumbuhan knock-out tanaman dapat tumbuh dalam lingkungan garam yang tinggi. Up atau down-regulasi record biasanya metode yang digunakan untuk mengubah kekeringan toleransi pada tanaman. Jagung dan rapeseed tanaman, mampu berkembang dalam kondisi kekurangan, dalam tahun keempat mereka uji coba lapangan di California dan Colorado, dan dapat diprediksi bahwa mereka akan mencapai pasar dalam 4-5 tahun.

9. Industri Serat kuat
Sutra laba-laba adalah serat terkuat yang dikenal manusia, lebih kuat dari kevlar (digunakan untuk membuat rompi tahan peluru), dengan daya tarik yang lebih daripada baja. Pada bulan Agustus 2000, perusahaan Kanada Nexia mengumumkan hewan hasil modifikasi  genetik berupa kambing transgenik yang membentuk protein sutra laba-laba dalam susu mereka. Sementara ini memecahkan kesulitan produksi protein secara massal, agenda itu dikesampingkan ketika para ilmuwan tidak bisa mencari cara untuk memintal mereka menjadi serat seperti yang dilakukan oleh laba-laba.

Artikel ini diterjemahkan dan disarikan dari:
www.biotechonweb.com
agbioforum


Selasa, 19 Agustus 2014

Program Pascasarjana Bioteknologi UGM

Program Pascasarjana Bioteknologi UGM mendapatkan Akreditasi Unggul (U) untuk periode 2001-2005, dan Akreditasi Sangat Baik (A) untuk periode 2005-2010, serta Kembali memperoleh Akreditasi Sangat Baik (A) untuk periode 2011-2016. Program Pascasarjana Bioteknologi UGM terdiri dari program Master of Biotechnology (Program S2 dengan gelar M. Biotech.) dan Doktor Bioteknologi (Program S3 dengan gelar Dr.)

Staf Pengajar Program Pascasarjana Bioteknologi UGM berjumlah 63 Dosen (100 % Berderajat S3, dan 26 diantaranya Professor). Pengajar tersebut berasal dari berbagai Fakultas di UGM, antara lain Biologi, MIPA, Farmasi, Kedokteran, Kedokteran Hewan, Pertanian, Teknologi Pertanian, Teknik, Peternakan, dan Kehutanan. Selain itu juga menyelenggarakan Kuliah Umum dari Pakar-Pakar Bioteknologi Indonesia dan Dunia.

Staf Pengajar Program Studi Bioteknologi UGM adalah yang Terbaik di bidangnya, beberapa prestasi gemilang yang telah diraih antara lain :
1. Juara Dunia Rekayasa Biologi Molekuler Anggrek 2010 (Dra. Endang Semiarti, M. S., M. Sc., Ph. D.)
2. Juara I, RISTEK MTIC (Prof. Drs. Edy Meiyanto, M. Si., Ph. D., Apt.)
3. Tim Kloning Anjing Pertama di Dunia (drh. Yuda Heru Febrianto, M. P., Ph. D.)
4. Tanoto Professional Research Award (Prof. Dra. SM Widyastuti, M. Sc., Ph. D.)
5. Dosen Biologi Teladan Nasional versi Jaringan Kerjasama MIPA (Prof. Dra. Sukarti Moeljopawiro, M. App. Sc., Ph. D.)
6. Kepala LIPI (Prof. Drs. Umar Anggara Jenie, M. Sc., Ph. D., Apt.)
7. Dosen Teladan Nasional + Ketua Ahli Hama Penyakit Tanaman Asia Pasifik (Prof. Ir. Susamto Somowiyarjo, M. Sc., Ph. D.)
8. Peneliti Muda Terbaik Indonesia + Technopreneur Award + dan lain-lain (Arief Budi Witarto, B. Eng., M. Eng., D. Eng.)
9. Ahli Sistematika Mikrobia Indonesia, Penemu 6 Spesies Baru Streptomyces spp. (Drs. Langkah Sembiring, M. Sc., Ph. D.)
10. Penulis Terbaik Majalah Kedokteran Indonesia (Prof. dr. Marsetyawan HNE Soesatyo, M. Sc., Ph. D.)
11. International Society of Pediatric Oncology Award + Behling Award + Peneliti Onkologi Terbaik + Dokter Teladan + dan lain-lain (Prof. Dr. dr. Sutaryo, Sp. A (K).)
12. Best International Publication UGM (Prof. Ir. Triwibowo Yuwono, Ph. D.)
13. Superior Graduate Achievement Award + Paul Wooley Memorial Award (Prof. Ir. Y. Andi Trisyono, M. Sc., Ph. D.)
14. British Council Research Award + IDI Pubilcation Award + dan lain-lain (Prof. drh. Wayan Tunas Artama, Ph. D.)
15. Lawton Award + belasan prestasi lain (Prof. drh. H. R. Wasito, M. Sc., Ph. D.)
16. dan masih banyak lagi

Program Pascasarjana Bioteknologi UGM membuka 4 minat yaitu :
1. Bioteknologi Kesehatan
2. Bioteknologi Pertanian
3. Bioteknologi Industri
4. Bioteknologi Lingkungan

Topik penelitian yang telah dikembangkan oleh para staf selama ini antara lain adalah:
1. Analisis Molekular, Imunologis, dan Sistem Deteksi Dini Penyakit Infeksi pada Tumbuhan, Hewan, dan Manusia
2. Pengembangan Plant Growth Promoting Rhizobakteria untuk meningkatan Hasil dan Pengendalian Patogen Tanaman
3. Karakterisasi Protein Tanaman sebagai Ribosome Inactivating Protein.
4. Pengembangan Produksi Antibodi terhadap Toksoplasma, Filaria, Plasmodium, Virus Dengue, dll
5. Genetika Populasi Thallasaemia, Sindrom Waardenburg dan Penyakit Genetik lainnya
6. Analisis Molekular dan Sistem Deteksi Dini Penyakit Genetik, Penyakit Degeneratif, dan Keganasan pada Hewan serta Manusia.
7. Regulasi Ekspresi Gen terkait Patogenitas Penyakit Tumbuhan, Hewan, dan Manusia
8. Pengembangan Antibiotik Turunan Eritromisin
9. Kloning dan Analisis Gena Prokaryot dan Eukaryot
10. Rekayasa Enzim Protease dan Produksinya
11. Isolasi, Purifikasi dan Karakterisasi Protein/Enzim
12. Biodegradasi Bahan Cemaran Organik dan Anorganik
13. Pengembangan Tanaman Transgenik pada Anggrek, Padi, Tembakau, Pisang, Tebu, dll
14. Pengembangan Vaksin Rekombinan untuk Penyakit oleh Virus dan Bakteri.
15. Analisis Metagenome Prokariotik dari lingkungan ekstrim.
16. Analisis komunitas mikrobia pada berbagai ekosistem
17. Bioteknologi Pupuk Hayati
18. dan masih banyak lagi

Program Pascasarjana Bioteknologi UGM didukung dengan kelengkapan Fasilitas Penelitan dan Laboratorium di Pusat Studi Bioteknologi dan Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu dan Fasilitas Pendukung di Fakultas dan Universitas lainnya untuk mendukung UGM sebagai World Class Research University.

Tahun 2009, Life Science and Biomedicine UGM kembali menjadi yang Terbaik di Indonesia dengan menduduki peringkat 103 Dunia. Tahun 2011, klaster ini menjadi Peringkat 21 Asia, dan tetap mempertahankan Posisi Terbaiknya di Indonesia.

Ayo, Bergabung di Program Pascasarjana Bioteknologi UGM

Informasi Lebih Lanjut :Pusat Studi Bioteknologi UGM
Alamat : Jl. Teknika Utara, Barek Yogyakarta 55281.
Telp. 0274-902284, 0274-564305.
Hp. 081328767009.
Fax. 0274-520842.
e-mail: biotech@ugm.ac.id

Sabtu, 16 Agustus 2014

Analisis Filogenetik: Identifikasi Bakteri Secara Molekuler

Metode identifikasi bakteri secara garis besar dapat dibagi menjadi teknik genotipik yang berdasarkan pada profil materi genetik suatu organisme (utamanya DNA) dan teknik fenotipik yang berdasarkan pada baik profil sifat metabolik maupun beberapa aspek komposisi kimianya.  Sebelum berkembangnya teknik biologi molekuler, mikrobia dikarakterisasi berdasarkan sifat morfologi, fisiologi, dan koloninya. Biotyping, serotyping, bacteriocin typing, phage typing, pola kerentanan terhadap anti mikrobia, dan metode berbasis protein lainnya merupakan contoh metode fenotipik yang umumnya digunakan (Fakruddin, 2013). 
Dasar Klasifikasi Bakteri (Prakash et al., 2012).
Kelemahan metode fenotipik terkait tingkat reprodusibilitasnya, dimana metode tersebut memberikan hasil yang berbeda-beda apabila diulang, sehingga dianggap kurang handal (reliable). Selain itu, metode ini juga mengkarakterisasi organisme berdasarkan produk ekspresi gen yang sangat sensitif terhadap berbagai macam kondisi lingkungan seperti suhu pertumbuhan, fase pertumbuhan dan mutasi spontan. Kelemahan metode fenotipik ini menjadi dasar pengembangan metode genotipik berbasis DNA. Sehingga, metode genotipik berbasis DNA menjadi lebih popular dan diterima secara luas karena bersifat reprodusibel, praktis, menunjukkan perbedaan antar spesies yang lebih kontras serta dapat membantu menghindari duplikasi strain (Prakash et al., 2007). Metode genotipik ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teknik berbasis sidik jari atau pola dan teknik berbasis sekuen atau urutan DNA (Prakash et al., 2012). Pada  artikel ini akan dibahas teknik rep-PCR sebagai wakil analisis sidik jari serta identifikasi menggunakan gen 16S rRNA dan gen gyrB sebagai wakil teknik berbasis sekuen.
1.      Analisis Sidik Jari Menggunakan rep-PCR
Sebelumnya telah disebutkan bahwa salah satu metode genotipik untuk identifikasi bakteri adalah teknik berdasarkan sidik jari atau pola. Teknik ini secara khusus menggunakan metode sistematis dalam menghasilkan serangkaian fragmen dari DNA kromosom organisme. Fragmen ini selanjutnya dipisahkan berdasarkan ukuran untuk menghasilkan suatu profil atau sidik jari yang bersifat unik untuk organisme tersebut dan kerabat terdekatnya. Cukup dengan informasi ini, seseorang dapat membuat perpustakaan atau database sidik jari organisme yang telah dikenal dan dibandingkan dengan organisme uji. Ketika profil dari kedua organisme tersebut cocok, maka mereka dapat dianggap berkerabat dekat, biasanya pada tingkat strain atau spesies (Frakash et al., 2007).
Ada beberapa macam teknik sidik jari yang telah digunakan secara luas terutama untuk identifikasi strain bakteri di bidang epidemiologi serta ekologi mikrobia. Secara garis besar ada dua pendekatan umum dari teknik sidik jari untuk menentukan strain bakteri (Demezas, 2011). Pertama, berdasarkan analisis RFLP yang mendeteksi variasi sekuens dengan membandingkan ukuran dan jumlah fragmen restriksi yang dihasilkan melalui pemotongan DNA oleh enzim restriksi. Kedua, variasi multipel amplikon dengan ukuran berbeda yang merupakan produk amplifikasi dengan primer. Kelompok kedua ini mencakup repetitive sequence based-Polymerase Chain Reaction (rep-PCR) (Versalovic et al., 1994), Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD) (Williams et al., 1990) dan Arbitrary Priming-PCR (AP-PCR) (Welsh & McClelland, 1990).
Rep-PCR pertama kali diperkenalkan oleh Versalovic et al. (1991) dan menghasilkan sidik jari DNA yang terdiri atas multipel amplikon DNA dengan ukuran berbeda-beda. Amplikon ini mengandung segmen kromosom DNA yang bersifat unik yang berada diantara sekuen repetitif, dimana sekuen repetitif tersebut menjadi target penempelan primer (tabel 1) dengan sekuen repetitif (Versalovic et al., 1999).
Ada tiga elemen sekuen DNA repetitif yang bersifat konservatif yang biasa digunakan untuk tujuan typing, yaitu sekuen REP, ERIC, dan BOX  (Genersch & Otten, 2003). Elemen REP (Repetitive Extragenic Palindromic) merupakan unit palindromik yang mengandung loop yang bervariasi pada struktur stem-loopnya (Stern et al., 1984). Elemen ERIC (Enterobacterial Repetitive Intergenic Consensus)  ditandai dengan struktur palindromik pusat yang bersifat konservatif (Hulton et al., 1991). Sementara elemen BOX terdiri atas beberapa subunit berbeda yang bersifat konservatif, yaitu boxA, boxB, dan boxC dan hanya boxA yang diketahui memiliki sekuen yang sangat konservatif pada banyak bakteri (Versalovic et al., 1994).

Primer yang umum digunakan pada rep-PCR. (Charan et al., 2011)
                                                                          
rep-PCR telah banyak digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk identifikasi methylobacter yang berasosiasi dengan tanaman (Raja et al., 2008), untuk membedakan strain Eschericia coli dari ekologi yang berbeda (Dombek et al,. 2000), serta untuk penentuan diversitas genetik pada Pseudomonas fluorescence (Charan et al., 2011).
Contoh Profil REP-PCR serta dendrogramnya

2.      Identifikasi Bakteri dengan sekuen 16S rDNA dan gen gyrB.
Untuk identifikasi bakteri berbasis sekuen biasanya digunakan suatu marker, baik yang terdapat pada daerah gen maupun daeah DNA non-koding, dengan karakteristik antara lain: pertama, sebagian besar merupakan housekeeping gene yang ada pada semua bakteri; kedua,  memiliki polimorfisme yang tinggi sehingga membuatnya dapat dibedakan antara bakteri yang juga berbeda; ketiga, marker molekuler tersebut harus bersifat sangat konservatif pada beberapa daerah sehingga memudahkan untuk mendesain primer yang tepat untuk proses amplifikasi dengan PCR (Liu et al., 2012).  Ada beberapa gen dan daerah DNA yang memiliki kesemua ciri tersebut dan telah digunakan secara luas untuk identifikasi bakteri, diantaranya gen 16S rRNA, gen 23S rRNA, daerah ITS, gen rpoB, gen gyrB dan gen recA (Sacchi et al., 2002; Miflin & Blackall, 2001; Houpikian Raoult, 2001; Vos et al., 2012;) Wu & Ahn, 2011; Seo et al., 2009).
Pada tahun 1960-an, Dubnau et al. melaporkan sifat konservatif gen 16S rRNA pada  Bacillus spp. Penggunaan gen 16S rRNA yang luas untuk identifikasi dan taksonomi kemudian digagas oleh Woese et al. (1980) yang menunjukkan bahwa hubungan filogenetik  bakteri, termasuk semua bentuk kehidupan, dapat ditentukan dengan membandingkan suatu bagian kode genetik yang bersifat stabil. Kandidat untuk daerah ini termasuk gen yang mengkode 5S, 16S, 23S rRNA, maupun daerah IGS (Intergenic Spacer) (Clarridge, 2004). Akan tetapi gen 5S rRNA (120 bp) dan 23S rRNA (3300 bp) telah terbatas penggunaannya. Gen 16S rRNA (1650 bp) merupakan marker yang paling sering digunakan dan telah merevolusi bidang sistematika mikrobia (Prakash et al., 2007).
Daerah Konservatif dan Variabel Gen 16s rRNA.
Gen 16S rRNA mengkode rRNA subunit kecil ribosom organisme prokariot. Gen tersebut banyak digunakan dalam analisis filogenetik karena terdistribusi secara universal, bersifat konservatif, memiliki peran penting pada ribosom dalam sintesis protein, tidak ditransfer secara horizontal, serta kecepatan evolusi dengan variasi tingkat yang tepat di antara organisme. Molekul 16S rRNA memiliki daerah variabel dan konservatif, dimana primer universal untuk amplifikasi gen 16S rRNA secara lengkap biasanya dipilih dari daerah konservatif tersebut,  sementara daerah variabel lebih banyak digunakan untuk taksonomi perbandingan (Prakash et al., 2007).
 Gen gyrB menyandi subunit B protein DNA girase, DNA topoisomerase tipe II, yang berperan penting dalam replikasi DNA dan terdistribusi secara universal di antara spesies bakteri (Wang et al., 2007; Watt & Hickson, 1994; Huang, 1996). Kecepatan evolusi molekuler dari gen gyrB lebih cepat dibandingkan sekuen 16S rRNA (Yamamoto & Harayama, 1995). Sekuen gen gyrB telah banyak digunakan untuk identifikasi spesies bakteri, seperti spesies Campylobacter (Gunther et al., 2011), kelompok Bacillus subtilis (Wang et al., 2007), kelompok Bacillus cereus (La duc et al., 2011), dan spesies Pandorea (Coenye & LiPuma., 2002).

disarikan oleh S. Ahmad Tahir 

Aspek Etika dalam Bioteknologi

Bioteknologi merupakan teknologi yang menggunakan sistem hayati (proses-proses biologi) untuk mendapatkan barang dan jasa yang berguna bagi kesejahteraan manusia. Bioteknologi konvensional menggunakan organisme  tanpa direkayasa/alami seperti industri pangan, obat-obatan pengolahan limbah, industri minuman, khamir roti, keju, yogurt, susu masam, kecap. Bioteknologi modern merupakan pemanfaatan organisme yang sudah diubah dari kondisi alaminya melalui teknik rekayasa genetika, seperti misalnya penghasilan insulin manusia oleh bakteri Escherichia coli, Tanaman kapas yang tahan terhadap hama karena mengandung gen toksin yang berasal dari bakteri (Bacillus thuringiensis).
Saat ini teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Produk teknologi tersebut berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik (OHMG) / genetically modified organism (GMO). Namun, sering kali pula aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan berupa pemanfaatan langsung organisme transgeniknya, melainkan produk yang dihasilkan oleh organisme transgenik. Dewasa ini cukup banyak organisme transgenik atau pun produknya yang dikenal oleh kalangan masyarakat luas. Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

 Masyarakat adalah sebuah organisme kompleks yang berkembang dalam konteks khusus di mana terdapat lingkup agama, ekonomi, politik, sosial, budaya dan etika secara konstan saling berhubungan satu sama lain dalam perilaku yang berbeda. Demikian pula unsur-unsur masyarakat yang berbeda juga mempengaruhi bagaimana sebuah teknologi diadopsi dan disebarluaskan di dalam masyarakat. Tampaknya budaya, etika, dan agama berpengaruh yang sangat kuat dalam menentukan bagaimana teknologi diterapkan dan disebarluaskan dalam setiap masyarakat. Dalam kasus transgenik, dimensi etika dan religius merupakan dua aspek yang sangat dominan di banyak negara di mana agama tetap menjadi kekuatan sosial. Contohnya, apakah transgenik dapat dipertimbangkan halal atau haram akan mewarnai perdebatan penerimaan publik dalam komunitas Muslim (Safian dan Hanani, 2005). Pertimbangan sosial-ekonomi’ secara bebas digambarkan sebagai: ‘menempatkan keprihatinan dalam spekturm luas atas konsekuensi-konsekuensi bioteknologi yang aktual dan potensial, seperti dampaknya terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani, budaya, kehidupan masyarakat, tanaman dan varietas tradisional, pengetahuan dan teknologi domestik, ketenagakerjaan pedesaan, perdagangan dan persaingan, peran perusahaan-perusahaan transnasional, masyarakat asli, keamanan pangan, etika dan agama, manfaat bagi konsumen, dan gagasan tentang pertanian, teknologi serta masyarakat’ (Garforth, 2004). Tujuan dari transgenic dalam bioteknologi adalah untuk memberi pemahaman lebih baik tentang meluasnya isu-isu yang berkembang guna mendorong definisi istilah-istilah yang lebih konkrit, produk barang dan jasa yang bermanfaat, dan untuk mengembangkan perangkat pengkajian yang dapat digunakan oleh para pembuat peraturan dan masyarakat sipil guna meminimalkan atau menghapus dampak sosial transgenik yang berpotensi merusak.

Pada awalnya bioteknologi diharapkan dapat membantu memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh umat manusia, seperti kekurangan pangan, penyakit, hambatan-hambatan dalam melakukan aktivitas manusia seperti pertambangan dan lain sebagainya. Banyak masalah-masalah umat manusia dapat diatasi melalui bioteknologi, namun perlu disadari bahwa dampaknya juga tidak sedikit.

Disarikan oleh: Rosi, S.P, M.Biotech 

Teknologi Tanaman Transgenik

Pemuliaan tanaman dengan teknik seleksi dan hibridisasi memiliki banyak keterbatasan, terutama karena ketidakmampuan teknik ini untuk menembus barrier reproduksi, sehingga sifat yang diperoleh berasal dari spesies itu sendiri. Untuk itu, muncullah teknologi transgenik dengan memanfaatkan DNA rekombinan yang kemudian ditransformasikan ke dalam sel tanaman yang selanjutnya dikultur menjadi tanaman transgenik yang utuh dan baru. Untuk menghasilkan tanaman transgenik, ada beberapa langkah utama yang dilakukan, yaitu:
1.      Isolasi gen
2.      Menyiapkan jaringan (kultur jaringan)     
3.      Transformasi
4.      Regenerasi

Pada artikel ini, pembahasan akan lebih ditekankan pada tahap transformasi vektor yang membawa gen ke dalam sel tanaman.
Metode Transformasi Genetik pada Tanaman
Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk transformsi gen ke dalam tanaman, dan yang umum digunakan  yaitu partikel bombardment dan melalui pertantara Agrobacterium tumefaciens.
1.      Partikel Bombardment
Helios Gen Gun dan alat Gen Gun Standar
Partikel bombardment merupakan salah satu teknik yang digunakan untuk memasukkan DNA asing ke dalam kultur sel dengan cara penembakan. Melalui teknik ini, gen asing ditransfer secara langsung ke dalam sel atau jaringan, dengan daerah kisaran yang luas. Partikel Bombardmen juga dikenal sebagai gen gun (senapan gen) atau biolistik (Anonim, 2009). Teknik partikel bombardent sekarang sudah luas digunakan, tidak hanya untuk produksi tanaman transgenik tetapi juga digunakan pada sel bakteri dan hewan bahkan ke dalam organ hewan yang masih hidup. Para saintis telah memodifikasi alat ini sehingga dapat mentransfer DNA ke dalam mitokondria yeast, kloroplas dan mikroalga hijau (Clark, 2012: 406).  
Gen terkandung dalam plasmid ataupun dalam kaset gen (fragmen linear gen hasil PCR). Pada plasmid terdapat marker khusus, promoter, sekuen gen dan terminator sedangkan kaset gen terdiri atas promoter, primer, probe, sekuen gen, terminator. Transformasi menggunakan partikel bombardment dapat dilakukan dengan lebih dari satu plamid yang membawa gen berbeda untuk berintegrasi dalam genom tumbuhan yang sama, contohnya gen yang mengkode PHA untuk jalur metabolit (Romano, dkk,. 2003). 
Skema Kaset gen

Teknik kerja partikel bombardment
Pada teknik bombardment, DNA dibawa oleh partikel logam emas atau tungsten yang berukuran mikroskopik. Partikel yang digunakan untuk bombardment biasanya berupa emas karena bersifat inert, padat, dan tidak beracun dalam sel. Partikel emas lebih aman untuk digunakan karena tungsten dapat bersifat toksik pada beberapa tanaman. Partikel yang membawa DNA  ditembakkan oleh senapan (gun) ke dalam jaringan tanaman dan menembus dinding sel untuk masuk ke dalam nukleus, mitokondria atau kloroplas dan menyatu dengan kromosom DNA inang. DNA vektor/plasmid membawa sekuen spesifik yang digunakan untuk mengenali lokasi yang tepat atau yang diinginkan untuk berintegrasi dengan genome (Hayes dan Frieda, 2010).  

Clark (2012) menyebutkan bahwa gen gun dapat beroperasi melalui 2 cara yaitu dengan pemberian tekanan udara maupun tegangan voltase yang tinggi.
Tipe Gen Gun. A. tekanan udara; B. tegangan voltase tinggi

DNA melepaskan diri dari partikel di dalam sel. Beberapa DNA masuk ke dalam organel target dan berhasil berintegrasi dengan kromosom DNA inang. Kemudian sel/jaringan transgen ditumbuhkan dalam medium kultur kusus sesuai dengan DNA yang membawa penanda kusus, misalnya gen resisten herbisida atau insektisida, gen yang dapat mendegradasi mercuri. Hasil kultur dianalisis untuk mengetahui hasil ekspresi DNA asing. Teknik analisis untuk mengetahui ekspresi transgen dilakukan melalui analisis sourthen blotting atau PCR (Romano, dkk., 2003).  

Faktor-faktor keberhasilan
Ada beberapa variabel yang harus dikontrol agar tingkat keberhasilan transformasi efektif, meliputi
  1. Temperatur, jumlah sel dan kemampuan regenerasi sel atau totipotensi yang digunakan. Eksplant yang digunakan lebih baik eksplant yang masih memiliki kemampuan mersitematis, misalnya jaringan embrional dan epikotil  (Indurker, 2006).    .
  2. Jumlah DNA yang menyelubungi partikel logam yang ditransfer ke dalam sel/jaringan (Eisenbraun, 1993)
  3. Tipe senapan yang digunakan, jenis microcarrier, pemberian tekanan helium  (Indurker, 2006).   
Keuntungan
  1. Gen gun dapat digunakan pada jangkauan yang lebih luas, misalnya pada tumbuhan dapat digunakan organ daun. Bakteri atau virus tidak dapat mentransfer gen ke dalam kloroplas sehingga metode gen gun dapat digunakan untuk memasukkan DNA asing ke dalam kloroplas.
  2. Transformasi genetik lebih sederhana, cepat, dan memberikan frekuensi hasil transforman yang lebih tinggi dibandingkan menggunakan Agrobacterium. Transformasi menggunakan Agrobacterium pada buncis memiliki frekuensi hasil transformasi rata-rata 0.5-3%, sedangkan menggunakan partikel bombardment yaitu 18% (Indurker, 2006).   
Keterbatasan
Keterbatasan transformasi menggunakan partikel bombardment dibandingkan Agrobacterium yaitu
  1. Harga alat dan perlengkapannya cukup mahal
  2. Penembusan partikel ke dalam jaringan cukup dangkal
  3. Daerah penembusan DNA plasmid ke dalam jaringan target cukup luas sehingga DNA yang ditransfer ke dalam sel acak. Beberapa sel yang tidak mengekspresikan transgen, akan mati jika ditumbuhkan dalam medium kultur kusus (Clark, 2012: 405).
  4. Seringkali terjadi penggabungan salinan ganda transgen pada sisi tunggal penyisipan, penyusunan ulang gen yang menyisip dan penggabungan transgen pada sisi penyisipan ganda. Salinan ganda dapat menyebabkan hilangnya transgen pada keturunan berikutnya (Yao dkk., 2006).
  5. Salah satu permasalahan dalam semua metodologi transformasi yang digunakan dan pada penggunaan partikel bombardment sendiri adalah tidak ada jaminan terekspresinya transgen oleh tanaman. Epigenetik dan efek posisi, gen silencing, fenomena supresi dan co-supresi seringkali menginaktifkan transgen (Romano, dkk., 2003). 

2.    Agrobacterium tumefaciens
Agrobacterium adalah genus dari bakteri gram negatif yang ditemukan oleh H.J.Conn yang digunakan untuk transfer gen secara horizontal yang menyebabkan tumor. Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri patogen pada tanaman yang banyak digunakan untuk memasukkan gen asing ke dalam sel tanaman untuk menghasilkan suatu tanaman transgenik. Secara alami, A. tumefaciens dapat menginfeksi tanaman dikotil melalui bagian tanaman yang terluka sehingga menyebabkan crown gall tumor. Bakteri yang tergolong ke dalam gram negatif ini memiliki sebuah plasmid besar (lebih dari 200 kb) yang disebut plasmid-Ti yang berisi gen penyandi faktor virulensi penyebab infeksi bakteri ini pada tanaman. Untuk memulai pembentukan tumor, A. tumefaciens harus menempel terlebih dahulu pada permukaan sel inang dengan memanfaatkan polisakarida asam yang akan digunakan untuk melakukan kolonisasi pada sel tanaman. Selain tanaman dikotil, tanaman monokotilseperti jagung, gandum, dan tebu telah digunakan untuk memasukkan sel asing ke dalam genom tanaman.
  Tumor yang disebabkan oleh Agrobacterium

Plasmid Ti adalah vektor alami yang digunakan untuk mentransfer DNA ke dalam sel tanaman. Pada sebagian besar plasmid Ti, terdapat empat  kompleks gen, yaitu T-DNA (bagian yang ditransfer dan menyatu dengan genom tanaman,  gen virulen (vir) yang terdiri dari 50 kilo-basa untuk mengatur proses transfer T-DNA ke dalam DNA tanaman, gen tra/trb yang mengatur perpindahan plasmid Ti antarbakteri (conjugative transfer), bagian yang mengatur sistem replikasi plasmid (ORI), dan bagian gen yang menyandikan katabolisme opine.  Molekul opin ini akan dihasilkan oleh jaringan tanaman yang terinfeksi bakteri pembawa plasmid Ti dapat berupa octopine, nopaline, succinamopine and leucinopine. Plasmid Ti ini memiliki 196 gen yang dikode oleh 195 protein, memiliki panjang 206,479 nukleotida, kandungan GC 56% dan 81% material yang dikode oleh gen.
 Peta Ti plasmid Agrobacterium tumefaciens

Daerah virulensi (virulence region) terdiri gen virABCDEFG yang mengkode suatu enzim yang bertanggung jawab untuk mentransfer T-DNA ke dalam sel tumbuhan, yaitu
·      virA mengkode reseptor (transmembrane dimeric sensor protein) yang beraksi ketika adanya senyawa phenolic berupa acetosyringonesyringealdehyde atau acetovanillone yang dikeluarkan dari kerusakan jaringan tumbuhan.
·         virB mengkode protein yang menghasilkan struktur seperti pilus
·         virC berikatan dengan enhancer pada T-region
·         virD1 dan virD2 mengenali T-DNA border dan menghasilkan endonuklease yang memotong (nicking) ujung kiri dan ujung kanan dari T-DNA yang dimulai dari ujung kanan
·         virG adalah faktor transkripsi (trancriptional factor) yang mengaktifkan ekspresi gen Vir setelah berikatan dengan sekuens yang cocok.


 Pada kromosom Agrobacterium setiap elemen gen menunjukkan peranan yang berbeda untuk perlekatan A. Tumefaciens ke sel tumbuhan. Lokus chvA dan chvB terlibat dalam sintesis dan ekskresi β 1,2 glucan (Cangelosi et al., 1989), chvE dibutuhkan dalam pengenalan gula dari induksi gen vir dan untuk kemotaksis bakteri tersebut (Ankenbauer et al., 1990, Cangelosi et al., 1991), lokus cel bertanggung jawab untuk sintesis fibril selulosa (Matthysse 1983), lokus pscA (exoC) berperan dalam siklus glucan dan asam sukkinoglikan (Cangelosi et at., 1991), dan lokus att yang terlibat dalam pembentukan protein permukaan sel bakteri (Matthysse, 1987).
Di alam, Agrobacterium tertarik pada tumbuhan yang memiliki luka kecil yang mengeluarkan senyawa phenolik seperti acetosyringone dan gula. Senyawa ini menginduksi bakteri untuk berpindah dan melekat pada tumbuhan melalui berbagai macam receptor permukaan sel. Induser yang sama mengaktifkan ekpresi gen vir yang terdapat pada Ti plasmid yang bertanggung jawab untuk transfer ss- DNA menuju sel tumbuhan.  Ini di bawah kendali dua komponen sistem regulasi yaitu virA protein yang mengenali acetosyringone yang dikode oleh gen virA di dalam Ti-plasmid dan chvE protein yang mengenali gula yang dikode di dalam kromosom bakteri . Senyawa-senyawa tersebut mengeluarkan signal yang dikenali oleh reseptor dimeric transmembran kompleks virA chvE. Pada permukaan sel, sensor melakukan aktivasi Vir A dengan cara autophosphorilasi ketika mendeteksi senyawa phenolic tumbuhan. Selanjutnya Vir A akan mengirimkan phosfat untuk pengikatan DNA oleh protein Vir G sebagai faktor transkripsi yang mengaktifkan proses transkripsi gen vir pada plasmid Ti yang akan mengekpresikan virC, virD, virE, virB, virF dan virH. Dua gen yang dihasilkan  VirD1 dan VirD2 yang mengenali 25 pb pada kedua ujung T-DNA  yang kemudian memotongnya (nicking)  membentuk kompleks untai tunggal T yang belum matang (immmature) yang disebut kompleks ssT-DNA-VirD2 . secara in vitro membuktikan bahwa kehadiran dari virD1 sangat dibutuhkan untuk memotong ssT-DNAoleh virD2. VirD2 pada saat itu melekat pada ujung 5’ akhir dari T-DNA dan memotongnya secara endonukleolitik sehingga akan membentuk gap (celah), dan helikase bakteri melepaskan T-DNA dari plasmid. Celah (gap)  untai tunggal pada plasmid tersebut akan segera diperbaiki. Kemudian  T-DNA  akan ditempatkan pada suatu cekungan yang diselubungi  dengan protein VirE2 yang disebut dengan hollow cylindrical filament dengan struktur yang bergulung. Ini adalah bentuk matang (mature) dari T-DNA yang siap masuk ke dalam sel tumbuhan.
            Sebenarnya ada dua model teori pengiriman kompleks ssT-DNA-VirD2  yang telah dikemukakan. Tetapi, yang banyak diterima adalah model penyelubungan untai tunggal oleh protein VirE2 (single strand binding protein virE2) dan mesin transfer (virB) kemungkinan tidak berinteraksi secara langsung dengan T-DNA. Pada alternatif model yang kedua,  kompleks ssT-DNA-VirD2  nampak telanjang  karena tidak diselubungi oleh virE2 sehingga terjadi interaksi langsung antara mesin transfer (virB) dengan kompleks ssT-DNA-VirD2, sedangkan virE2 ditansfer secara independent oleh mesin transfer ke dalam sel tumbuhan. Telah diketahui bahwa virE1 sangat dieprlukan untuk ekspor virE2 kedalam sel tumbuhan. Strain bakteri yang telah dimutasi virE1 nya tidak dapat mengekspor virE2 sehingga terakumulasi di dalam sel bakteri tersebut. T-DNA ditansfer ke tumbuhan sama halnya dengan konjugasi bakteri. Pertama-tama Agrobacterium membentuk suatu pilus yang merupakan ekpresi dari gen virB. Pilus ini menyerupai batang yang menghubungan dengan sel tumbuhan dan membuka saluran yang siap ditansferkan secara aktif T-DNA ke dalam sitoplasma tumbuhan. Pilus dan kompleks transport terdiri dari protein yang dihasilkan oleh gen vir.
            Kemudian, reseptor sitoplasma (plant cytosolic protein) tumbuhan mengenali signal lokasi inti pada virE2 dan vir D2 yang akan membentuk suatu kompleks dan membawanya menuju suatu lubang pada nukleus yang disebut nuclear uptake / nuclear pore dan mentransfer kompleks ssT-DNA-VirD2 kedalam genom tumbuhan. T-DNA akan terintegrasi kedalam genom tumbuhan secara illegitimate recombination (rekombinasi yang tidak ketahui mekanismenya) dan berubah bentuk menjadi untai ganda (double-stranded).  Integrasi ini membutuhkan DNA ligase, polymerase, dan protein yang mengubahnya menjadi kromatin (chromatin remodeling proteins) yang semuanya disediakan oleh tumbuhan.  VirD2 sangat diperlukan dalam ketepatan intergrasi ssT-DNA kedalam genom tumbuhan. Ekspresi dari integrasi gen T-DNA ini adalah produksi dari auksin, sitokinin dan opine. Opine adalah sekret yang dikeluarkan oleh sel tumbuhan dan dikonsumsi oleh Agrobacterium sebagai nutrisinya.


 Proses transfer T-DNA Agrobacterium tumefaciens

            Gen pada T-DNA akan diekspresikan sama halnya pada eukaryot yang memiliki promoters, enhancer dan bagian poly (A). Oleh sebab itu, ekspresi  dalam nukleus tumbuhan lebih baik dibandingkan pada Agrobacterium. Protein ini akan menyandi sintesis dua hormon pertumbuhan yang auksin dan sitokinin. Auksin membuat sel tumbuhan menjadi lebih besar dan sitokinin berperan dalam pembelahan sel. Sel tumbuhan yang diinfeksikan ini akan memulai tumbuh cepat dan tanpa kontrol sehingga menghasilkan tumor.
            T-DNA juga membawa gen untuk mensintesis opine yang mana merupakan variasi yang berbeda dari asam amino dan derivat gula fosfat. Opine dihasilkan oleh sel tumbuhan yang dikandung T-DNA tetapi digunakan oleh bakteri sebagai sumber carbon, nitorgen dan energi.  Ini adalah cara bagaimana bakteri menggunakan tumbuhan untuk menghasilkan sumber makanan bagi bacteri. Plasmid Ti selalu berada dalam Agrobacterium, membawa gen yang menyediakan bakteri untuk mendapatkan opin.
            Dalam prakteknya, Agrobacterium digunakan untuk mentransfer gen dari suatu kepentingan kedalam tumbuhan menggunakan kultur jaringan. Tiap pemisahan sel tumbuhan disebut protoplas  atau sebuah bagian dari kalus yang di kultur dengan Agrobacterium mengandung sebuah plasmid Ti yang dimodifikasi  T-DNA nya. Setelah kokultur, sel  tumbuhan dipanen dan di inkubasi dengan herbisida dan antibiotik yang digunakan sebagai marker selektif. Ini akan membunuh semua sel yang tidak ditransformasikan T-DNA atau gagal untuk mengekspresikan gen pada T-DNA. Sel yang telah ditransformasikan dapat di induksi untuk menghasilkan tunas dan jaringan akar dengan mengubah kondisi hormon pada medium mudah diuraikan. Tumbuhan transgenik yang masih kecil dapat dilindungi untuk level ekspresi transgen berikutnya.
Daerah T-DNA dari Ti plasmid dapat direkayasa genetika dengan menambah gen resisten antibiotik (antiobiotic resistance gene (kanR)) dan DNA asing yang diinginkan. Integrasi DNA asing kedalam sel tumbuhan mengganggu pembentukan tumor dan hanya sel tumbuhan dengan gen kanR yang dapat tumbuh pada kultur yang mengandung antibiotik. Tumbuhan sangat mudah beregenerasi dari kultur sel (kalus) dan tumbuhan transgenik yang telah dewasa mengekspresikan gen asing.

 Produksi tumbuhan transgenik dengan menggunakan integrasi Ti plasmid.

Baru-baru ini, sebuah metode yang disebut dengan in planta Agrobacterium transformation telah dikembangkan dan merevolusi dunia transformasi tumbuhan. Transformasi in planta juga diketahui sebagai metode floral dip. Metode ini telah dikembangkan menggunakan tumbuhan model Arabidopsis tetapi sedang diperluas untuk tumbuhan lain, seperti gandum dan jagung (Gambar 16): A. Pertama, Arabidopsis ditumbuhkan sampai tunas bunga mulai terbentuk. Tunas kemudian dipindahkan dan dibiarkan beregenerasi untuk beberapa hari. B. Ketika mulai beregenerasi, tumbuhan dicelupkan ke dalam suspensi Agrobacterium yang berupa surfaktan. Surfaktan Agrobacterium dibiarkan untuk melekat pada tumbuhan dan mentransfer T-DNA nya. Karena tunas bunga sudah mulai terbentuk, T-DNA akan menjadi bagian dari jaringan ovarium sampai akhirnya tumbuhan menyelesaikan pertumbuhan dan pembentukan bibitnya. C. Tanaman dipelihara selama beberapa minggu hingga dewasa dan kemudian bibit anakan dipanen. D. Bibit tersebut dipanen dan ditumbuhkan pada medium selektif untuk mendapatkan gen yang terintegrasi dan ekpresi T-DNA. Meskipun, metode ini memberikan persentase rendah terbentuknya transforman.
Metode in planta Agrobacterium transformation
 Agrobacterium merupakan sistem transformasi gen yang menguntungkan karena efisiensinya tinggi dan integrasinya stabil.  Agrobacterium tumefaciens dinyatakan dapat membawa setiap gen yang diinginkan di dalam T-kompleks dan memasukkannya ke dalam DNA target pada tanaman dengan tingkat keberhasilan yang tinggi.  Hal tersebut dikarenakan untai T-DNA Agrobacterium tumefaciens tidak seperti komponen genetik mobile pada transposon dan retrovirus yang menyandikan fungsi bagi pergerakan dan integrasi DNA. 
Transformasi dengan Agrobacterium juga memiliki beberapa keuntungan lain, diantaranya bersifat dapat diulang (reproducible), relatif lebih murah, memberikan pola integrasi yang tegas, jumlah salinan dalam genom sedikit (1-3 salinan) sehingga memudahkan untuk membedakan sifat ekspresi tanaman transgenik itu sendiri..  Pada awalnya teknik transformasi dengan Agrobacterium hanya berhasil pada tanaman dikotil ketika tanaman ini menghasilkan senyawa induser untuk menginduksi gen vir ketika tanaman luka dan mengeluarkan getah. Tanaman tembakau dan solanaceae adalah contoh pertama tanaman dikotil yang berhasil ditransformasi.
Selain menyisipkan gen target untuk perubahan sifat tanaman tertentu yang dikehandaki, transformasi genetik dengan Agrobacterium pada tanaman juga bermanfaat untuk membuat populasi tanaman mutan. Dengan menggunakan Agrobacterium memungkinkan diperoleh mutan dalam jumlah banyak dalam suatu periode yang relatif singkat. Pembuatan mutan dilakukan dengan menggunakan elemen loncat (transposon) misalnya transposon Ac/Ds. Transposon Ds akan berpindah posisi dalam genom pada tempat berbeda dan tersisip pada gen-gen fungsional.  Sedangkan elemen Ac menyandikan suatu enzim yang mengaktifkan elemen Ds untuk bertransposisi. Adanya penyisipan Ds ini memungkinan fenotipe tanaman menjadi beragam. Keragaman mutan ini dapat dijadikan sebagai sumber plasma nutfah baru untuk selanjutnya dapat dilakukan isolasi gennya (Mulyaningsih, 2009).
Proses transformasi gen via Agrobacterium juga dapat dilakukan dengan sistem vektor biner. Sistem vektor biner yang diterapkan dalam proses transformasi gen via Agrobacterium dapat meningkatkan efisiensi transformasi. Sistem binary vector merupakan penggunaan dua plasmid Ti secara bersama dan saling berhubungan untuk proses tranfer gen. Kedua plasmid Ti tersebut terdiri dari satu plasmid pembawa range replikon yg luas (ORI dari E.coli dan Agrobacterium tumefaciens, T-DNA yang mengandung multiple cloning site, gen resistan antibiotik) sedangkan plasmid pasangannya mengandung gen virulence (vir-region) tanpa T-DNA. 
Umumnya Agrobacterium tumefaciens sebagai media transformasi gen relatif efisien diterapkan pada spesies tumbuhan. Dilain pihak, ada beberapa spesies tanaman yang tingkat keberhasilan transformasinya rendah, sebagian besar adalah  jenis tanaman monokotil.  Namun, menurut Mulyaningsih (2009) pengembangan penelitian terkini dapat mengatasi kelemahan tersebut dengan melakukan beberapa penyesuaian kondisi seperti penambahan senyawa induser dan pH saat ko-kultivasi.   Hiei dkk (1994) dalam Mulyaningsih (2009) dalam telah berhasil membuktikan bahwa tanaman padi jenis japonica berhasil ditransformasi menggunakan Agrobacterium dengan material tanaman berupa sel kalus embriogenik. Dalam penelitiannya Hiei dkk menambahkan senyawa asetosiringone pada media dan menggunakan media dengan pH 5,2 saat ko-kultivasi. Hingga saat ini studi transformasi genetik dengan Agrobacterium terhadap tanaman pangan seperti padi terutama jenis indica (yang banyak dibudidayakan dan dikonsumsi) terus dilakukan.  Beberapa jenis tanaman pangan dan non pangan hasil transformasi dengan Agrobacterium di Amerika yang dilaporkan ialah kedelai, kapas, jagung, bit, , gandum, canola, creeping bentgrass (untuk pakan).