Berbagai macam teknik dapat
digunakan oleh penyelidik untuk menemukan alat bukti suatu kasus kriminalitas,
seperti pada tindak pembunuhan dan pemerkosaan. Salah satu diantara teknik
tersebut adalah tes DNA. Pada dasarnya tes DNA, baik untuk tujuan penentuan
orang tua, forensik, maupun untuk terapi gen, berusaha mencari kesamaan genetik
antara dua sampel biologi.
Karena semua sel di dalam
tubuh mengandung DNA yang persis sama pada satu individu, sampel dapat diambil
dari hampir semua bagian tubuh, termasuk
kulit, folikel rambut, darah, dan cairan tubuh lainnya.
Ahli forensik akan membandingkan
DNA dari sel kulit yang ditemukan di bawah kulit kuku korban, dengan DNA sampel
darah yang diambil seorang tersangka.
Bagaimana cara kerja tes DNA?
Pertama-tama, DNA diisolasi
dari sel dan digandakan menjadi jutaan kopi menggunakan metode yang dikenal
sebagai polymerase chain reaction atau
PCR.
PCR menggunakan suatu enzim
yang terbentuk secara alami untuk mereplikasi atau melipatgandakan suatu urutan
DNA tertentu. Memiliki banyak DNA membuat kode genetik lebih mudah dianalisis.
Molekul DNA kemudian
dipotong pada lokasi khusus untuk memisahkan mereka menjadi potongan-potongan berupa
pita-pita DNA. Profil pita DNA kemudian dianalisis untuk menghasilkan sidik jari
DNA. Sidik jari dari dua sampel DNA yang berbeda, antar korban dan tersangka,
kemudian dibandingkan untuk melihat kecocokan mereka.
Tantangan Analisis DNA dengan menggunakan rambut
Analisis forensik menggunakan
sampel rambut denga tujuan mengekstraksi DNA merupakan metode yang umumnya
digunakan untuk tujuan identifikasi baik investigasi kasus criminal maupun uji
DNA orang tua. Sampel rambut merupakan sampel yang paling sering memberikan
kesalahan dan menaksir terlalu berlebihan. Orang sering menganggap sampel rambut
ideal untuk uji DNA. Hal ini mungkin terjadi karena sampel rambut seringkali
terlihat dikumpulkan dalam serial fiksi film detektif dan bagaimana memecahkan kejahatan selalu bergantung
pada menemukan sampel tersebut.
Namun demikian, sementara sampel rambut dapat secara akurat digunakan untuk identifikasi pelaku, ekstraksi DNA
dari sampel tersebut dan keberhasilan yang terkandung di dalamnya
sangat tergantung pada bagian rambut yang diperoleh.
Rambut sebagian besar terdiri
atas protein berserat yang dikenal sebagai keratin. Protein ini juga merupakan
bagian utama dari kulit, cakar hewan, dan kuku. Benang rambut (seringkali
disebut batang rambut) dibentuk oleh keratinosit, jenis sel kulit yang bertanggungjawab
terhadap sintesis protein keratin. Sel ini secara alami mati dan dalam proses
konversi dari sel menjadi bertanduk, materi kasar seperti rambut. Proses
konversi ini dikenal sebagai kornifikasi, dan melibatkan kerusakan dan
degradasi inti sel (begitu pula materi genetic yang terkandung di dalamnua). Sebagai
akibat proses kornofikasi, batang rambut yang merupakan bagian rambut yang
tumbuh keluar kulit kepala, tidak mengandung DNA inti sama sekali.
Meskipun DNA inti tidak dapat diisolasi dari batang rambut
karena ketiadaan materi gentiknya sebagai hasil kornifikasi, DNA inti dapat diekstraksi
dari akar rambut. Akar rambut mengandung keratinosit, sel yang ideal untuk
ekstraksi DNA inti. Hal ini bukan untuk mengatakan bahwa pada potongan atau
tumpukan rambukt secara keseluruhan tidak cocok untuk analisis DNA inti rambut.
Pada sejumlah analisis menggunakan potongan rambut, ahli forensik faktanya dapat
mengekstraksi DNA ini. Kehadiran beberapa korneosit bernukleus (sel mati atau
keratinosit pada tahap akhir diferensiasinya) memungkinkan ekstrak DNA yang
berasal dari DNA inti sel. Keberadaan beberapa korneosit bernukleus diketahui
dikarenakan tahap yang berlum rampung atau tidak terjadi sela,a proses
kornifikasi yang hasil normalnya dalam bentuk degradasi atau kerusakan nucleus dan
DNA sel. Mengapa sisa nukleus ini ada belumlah dipahamai tapi fenomonea tersebut bias terhadi pada
beberapa rambut individu tertentu.
Disarikan oleh S. Ahmad Tahir
Source:
0 komentar:
Posting Komentar