Sabtu, 16 Agustus 2014

Aspek Etika dalam Bioteknologi

Bioteknologi merupakan teknologi yang menggunakan sistem hayati (proses-proses biologi) untuk mendapatkan barang dan jasa yang berguna bagi kesejahteraan manusia. Bioteknologi konvensional menggunakan organisme  tanpa direkayasa/alami seperti industri pangan, obat-obatan pengolahan limbah, industri minuman, khamir roti, keju, yogurt, susu masam, kecap. Bioteknologi modern merupakan pemanfaatan organisme yang sudah diubah dari kondisi alaminya melalui teknik rekayasa genetika, seperti misalnya penghasilan insulin manusia oleh bakteri Escherichia coli, Tanaman kapas yang tahan terhadap hama karena mengandung gen toksin yang berasal dari bakteri (Bacillus thuringiensis).
Saat ini teknologi DNA rekombinan atau rekayasa genetika telah melahirkan revolusi baru dalam berbagai bidang kehidupan manusia, yang dikenal sebagai revolusi gen. Produk teknologi tersebut berupa organisme transgenik atau organisme hasil modifikasi genetik (OHMG) / genetically modified organism (GMO). Namun, sering kali pula aplikasi teknologi DNA rekombinan bukan berupa pemanfaatan langsung organisme transgeniknya, melainkan produk yang dihasilkan oleh organisme transgenik. Dewasa ini cukup banyak organisme transgenik atau pun produknya yang dikenal oleh kalangan masyarakat luas. Beberapa di antaranya bahkan telah digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.

 Masyarakat adalah sebuah organisme kompleks yang berkembang dalam konteks khusus di mana terdapat lingkup agama, ekonomi, politik, sosial, budaya dan etika secara konstan saling berhubungan satu sama lain dalam perilaku yang berbeda. Demikian pula unsur-unsur masyarakat yang berbeda juga mempengaruhi bagaimana sebuah teknologi diadopsi dan disebarluaskan di dalam masyarakat. Tampaknya budaya, etika, dan agama berpengaruh yang sangat kuat dalam menentukan bagaimana teknologi diterapkan dan disebarluaskan dalam setiap masyarakat. Dalam kasus transgenik, dimensi etika dan religius merupakan dua aspek yang sangat dominan di banyak negara di mana agama tetap menjadi kekuatan sosial. Contohnya, apakah transgenik dapat dipertimbangkan halal atau haram akan mewarnai perdebatan penerimaan publik dalam komunitas Muslim (Safian dan Hanani, 2005). Pertimbangan sosial-ekonomi’ secara bebas digambarkan sebagai: ‘menempatkan keprihatinan dalam spekturm luas atas konsekuensi-konsekuensi bioteknologi yang aktual dan potensial, seperti dampaknya terhadap pendapatan dan kesejahteraan petani, budaya, kehidupan masyarakat, tanaman dan varietas tradisional, pengetahuan dan teknologi domestik, ketenagakerjaan pedesaan, perdagangan dan persaingan, peran perusahaan-perusahaan transnasional, masyarakat asli, keamanan pangan, etika dan agama, manfaat bagi konsumen, dan gagasan tentang pertanian, teknologi serta masyarakat’ (Garforth, 2004). Tujuan dari transgenic dalam bioteknologi adalah untuk memberi pemahaman lebih baik tentang meluasnya isu-isu yang berkembang guna mendorong definisi istilah-istilah yang lebih konkrit, produk barang dan jasa yang bermanfaat, dan untuk mengembangkan perangkat pengkajian yang dapat digunakan oleh para pembuat peraturan dan masyarakat sipil guna meminimalkan atau menghapus dampak sosial transgenik yang berpotensi merusak.

Pada awalnya bioteknologi diharapkan dapat membantu memecahkan berbagai persoalan yang dihadapi oleh umat manusia, seperti kekurangan pangan, penyakit, hambatan-hambatan dalam melakukan aktivitas manusia seperti pertambangan dan lain sebagainya. Banyak masalah-masalah umat manusia dapat diatasi melalui bioteknologi, namun perlu disadari bahwa dampaknya juga tidak sedikit.

Disarikan oleh: Rosi, S.P, M.Biotech 

0 komentar:

Posting Komentar